Iri itu manusiawi

Oleh : Dr. Muh Nursalim / 11 Januari 2025

Kamu punya kawan sekolah. Secara akademik tidak pintar. Wajah nilainya 6. Harta lebih banyak milikmu. Tetapi dia punya istri cantik. Jauh lebih cantik dari istrimu. Sedangkan kamu, sudah pintar, ganteng dan kaya. Istrimu biasa saja. Hampir pasti, akan muncul hasud, alias iri pada kawanmu itu.

Atau, anda penjual bakso. Laris manis banyak yang jajan. Kemudian di seberang jalan muncul warung bakso baru. Lebih laris dari milikmu. Bahkan sebagian pelengganmu pindah ke warung baru itu. Hampir pasti akan muncul iri di hati.

Tidak apa-apa. Karena sifat iri itu bawaan manusia. Tidak ada manusia yang bersih dari sifat ini. Berikut adalah pernyataan Abu Nuaim dalam kitab Subulus Salam.

سبل السلام - (ج 7 / ص 129)

وَأَخْرَجَ أَبُو نُعَيْمٍ { كُلُّ ابْنِ آدَمَ حَسُودٌ وَلَا يَضُرُّ حَاسِدًا حَسَدُهُ مَا لَمْ يَتَكَلَّمْ بِاللِّسَانِ أَوْ يَعْمَلْ بِالْيَدِ }

"Setiap anak Adam memiliki sifat iri, tetapi tidak membahayakan selama tidak diungkapkan dengan kata-kata atau diwujudkan dalam tindakan."

Yang tidak boleh itu jika sifat irimu dilanjut aksi. Mencari cara agar kawanmu bercerai. Lalu istrinya kamu rebut. Atau tindakan lain yang membuat keluarganya porak-poranda. Kamu bahagia di atas penderitaan mereka.

Atau kamu pergi ke dukun. Minta kepadanya agar warung bakso sainganmu itu sepi pembeli. Tidak cukup pakai mantra-mantra, kamu juga memfitnahnya. Bahwa bakso yang dipakai warung sebelah dicampur daging tikus. Aksi seperti ini yang dilarang Rasulullah saw. Sebagaimana sabdanya berikut.

سبل السلام - (ج 7 / ص 129)

أَخْرَجَهُ عَبْدُ الرَّزَّاقِ مَرْفُوعًا { ثَلَاثٌ لَا يَسْلَمُ مِنْهُنَّ أَحَدٌ الطِّيَرَةُ وَالظَّنُّ ، وَالْحَسَدُ قِيلَ : فَمَا الْمَخْرَجُ مِنْهَا يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ : إذَا تَطَيَّرْت فَلَا تَرْجِعْ وَإِذَا ظَنَنْت فَلَا تُحَقِّقْ ، وَإِذَا حَسَدْت فَلَا تَبْغِ

oleh Abdur Razzaq secara marfu’ (sampai kepada Rasulullah SAW):

"Ada tiga hal yang tidak seorang pun selamat darinya: thiyarah (pertanda buruk), prasangka buruk, dan hasad (iri hati)."

Para sahabat bertanya, "Apa jalan keluarnya, ya Rasulullah?" Beliau menjawab, "Jika kamu merasa thiyarah, jangan mundur. Jika kamu berprasangka buruk, jangan benarkan. Dan jika kamu merasa iri, jangan sampai bertindak."

Iri seperti dua contoh di atas tidak boleh diungkapkan, apalagi ditindak lanjuti. Cukuplah disimpan dalam hati. Usahakan tetap biasa saja saat ketemu dengan saingan, walaupun di hati ada rasa dendam. Selama kamu tidak cerita kepada siapapun, iri itu hanya abadi milikmu sendiri dan dunia akan aman-aman saja. Begitulah resep mengendalikan iri yang negatif.

Tetapi ada ada dua jenis iri yang boleh ditindak lanjuti. Sebagaimana sabda nabi berikut ini.

صحيح البخارى - (ج 1 / ص 141)

ابْنَ أَبِى حَازِمٍ قَالَ سَمِعْتُ عَبْدَ اللَّهِ بْنَ مَسْعُودٍ قَالَ قَالَ النَّبِىُّ - صلى الله عليه وسلم - « لاَ حَسَدَ إِلاَّ فِى اثْنَتَيْنِ رَجُلٌ آتَاهُ اللَّهُ مَالاً فَسُلِّطَ عَلَى هَلَكَتِهِ فِى الْحَقِّ ، وَرَجُلٌ آتَاهُ اللَّهُ الْحِكْمَةَ ، فَهْوَ يَقْضِى بِهَا وَيُعَلِّمُهَا

Ibnu Abi Hazim berkata, aku mendengar Abdullah bin Mas'ud berkata bahwa Nabi ﷺ bersabda:

"Tidak boleh ada hasad (iri) kecuali dalam dua hal: seseorang yang Allah berikan harta, lalu dia gunakan untuk dihabiskan di jalan kebenaran, dan seseorang yang Allah berikan hikmah (ilmu), lalu dia mengamalkannya dan mengajarkannya kepada orang lain (Hari. Bukhari).

Punya tetangga kaya. Lebih kaya dari kamu. Dia ini bukan hanya kaya tetapi banyak sedekah, termasuk sering mentraktirmu. Lalu muncul iri kepadanya. Inilah jenis iri yang dibolehkan untuk ditindak lanjuti. Caranya, kamu bekerja lebih kenceng. Sehingga menjadi orang yang lebih kaya darinya. Tidak cukup di situ, kamu juga dermakan kekayaanmu untuk masyarakat. Bahkan lebih brah breh dari tetanggamu.

Ini jenis iri yang super keren. Tetangga menjadi motifasi untuk melenting maju. Bukan hanya maju semakin kaya tetapi lebih hebat dalam berderma. Sehingga yang terjadi adalah kompetisi dalam kebaikan. Inilah yang namanya fastabiqul khairat. Sebuah ayat yang sering dijadikan jargon dalam pidato.

Dulu, saat menjelang perang Tabuk. Suasana ekonomi lagi paceklik. Rasulullah saw menganjurkan agar para sahabat memberikan donasi untuk jihad. Maka orang-orangpun berlomba dalam berderma. Utsman bin Affan menyerahkan 950 onta beserta muatannya ditambah 50 kuda perang dan 1000 dinar emas.

Abu Bakar Assidiq tidak mau kalah. Beliau menyumbangkan semua kekayannya. Sampai ia ditanya oleh Nabi. “Yang tersisa untuk keluargamu apa ?”. ia jawab tegas, “Allah dan rasulnya”. Demikian pula Umar bin Khatab, beliau menyerahkan separoh hartanya untuk ekpedisi tabuk.

Begitulah, orang-orang top di jaman Nabi saw. Mereka bersaing dalam kebaikan. Sehingga yang terjadi bukan saling tikam tetapi maslahat untuk kepentingan umat. Kesuksesan kawan memicu dan memacu yang lain untuk melentingkan diri, menjadi pribadi yang lebih baik.

Sifat iri itu gawan bayen manusia. Sehingga sulit dihindari. Iri negatif tidak perlu diungkapkan dan tidak perlu ditindak lanjuti. Adapun iri positif menjadikan sukses orang lain sebagai motifasi diri. “Aku harus lebih baik dari dia”.

Share on..

Tinggalkan Komentar

Tag : #bmtimjateng #Syariah #Tausyiah #irihati #koperasi