Rahasia Sujud

Dr. Muh. Nursalim - BmtImJateng

Senin, 20 Jan 2025 10.00 WIB

Foto Ilustrasi : Syaiful Khoir

Imam Ghazali saat menjelaskan tentang rukun shalat mengkombinasikan antara amaliah fikih dan tasawuf. Amaliah fikih itu terkait dengan gerakaan dan bacaan sedangkan tasawuf itu lebih ke pemenuhan rasa dan mengungkap rahasianya.

Misalnya saat membahas tentang sujud, kitab Ihya Ulumuddin memaparkan aspek fikihnya seperti ini.

“Kemudian ia turun untuk bersujud dengan bertakbir, meletakkan kedua lututnya di tanah, lalu meletakkan dahinya, hidungnya, dan kedua telapak tangannya yang terbuka. Ia mengucapkan takbir ketika turun, tetapi tidak mengangkat kedua tangannya selain saat ruku’. Hendaknya yang pertama kali menyentuh tanah adalah kedua lututnya, lalu kedua tangannya, dan setelah itu wajahnya.”

“Ia harus meletakkan dahinya dan hidungnya di tanah, serta menjauhkan kedua siku dari kedua sisi tubuhnya—tetapi wanita tidak melakukan hal ini. Ia juga harus merenggangkan kedua kakinya—tetapi wanita tidak melakukan hal ini. Dalam sujudnya, hendaknya ia menjaga perutnya agar tidak menempel pada pahanya dan merenggangkan kedua lututnya, yang disebut dengan takhwiya (tidak menempelkan perut ke paha). Wanita tidak melakukan takhwiya.”

“Dalam sujud, hendaknya ia meletakkan kedua tangannya di tanah sejajar dengan kedua bahunya, tidak merenggangkan jari-jarinya, tetapi merapatkannya, dan boleh merapatkan ibu jari ke jari-jari lainnya (meskipun jika tidak melakukannya, tidak mengapa). Ia tidak boleh membentangkan kedua lengannya di tanah seperti anjing, karena hal ini dilarang.”

“Ketika bersujud, hendaknya ia membaca “Subhana Rabbiyal A’la” (Mahasuci Tuhanku Yang Maha Tinggi) tiga kali. Jika ia menambah lebih dari itu, maka hal itu baik, kecuali jika ia menjadi imam, karena imam sebaiknya tidak terlalu panjang.”

Coba perhatikan. Dari 4 alenia urutan sujud di atas beliau tidak satupun mengutip hadis nabi. Tetapi langsung menjelaskan kaifiyahnya. Tanpa pengutipan hadis pada penjelasan tatacara sujud itu bukan berarti beliau ngarang sendiri. Itu tidak mungkin, sebab tatacara shalat itu built up dari nabi. Kita tidak boleh membuat sendiri. Sebagaimana sabda beliau:

سنن البيهقى - (ج 2 / ص 299)

مَالِكُ بْنُ الْحُوَيْرِثِ رَضِىَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ قَالَ لَنَا رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- :« صَلُّوا كَمَا رَأَيْتُمُونِى أُصَلِّى

Malik bin Al-Huwairits ra berkata: Rasulullah saw bersabda kepada kami: "Shalatlah kalian sebagaimana kalian melihat aku shalat." (Hari. Baihaqi)

Namun demikian ada beberapa riwayat kaifiyah shalat nabi itu berbeda. Misalnya, saat turun dari berdiri untuk sujud. Mana yang lebih dahulu lutut dulu atau tangan dulu. Kedua cara itu ada hadisnya sebagai berikut.

Share on..

Komentar

Tag : #bmtimjateng #Tausyiah #Sujud #rahasia #Koperasi #Syariah

Produk Bmt Im Jateng

Artikel Populer

Podcast Bmt Im Jateng

Bmt Im Jateng

Bmt Im Jateng

Bmt Im News

Bmt Im Jateng

Bmt Im Jateng

Produk Pembiayaan Syariah

1. Hadis lutut dulu

سنن أبى داود - (ج 3 / ص 127)

عَنْ وَائِلِ بْنِ حُجْرٍ قَالَ رَأَيْتُ النَّبِىَّ -صلى الله عليه وسلم- إِذَا سَجَدَ وَضَعَ رُكْبَتَيْهِ قَبْلَ يَدَيْهِ وَإِذَا نَهَضَ رَفَعَ يَدَيْهِ قَبْلَ رُكْبَتَيْهِ

Dari Wa’il bin Hujr, ia berkata: “Aku melihat Nabi saw ketika sujud, beliau meletakkan kedua lututnya sebelum kedua tangannya, dan ketika bangkit, beliau mengangkat kedua tangannya sebelum kedua lututnya.”

2. Hadis tangan dulu

عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « إِذَا سَجَدَ أَحَدُكُمْ فَلاَ يَبْرُكْ كَمَا يَبْرُكُ الْبَعِيرُ وَلْيَضَعْ يَدَيْهِ قَبْلَ رُكْبَتَيْهِ ».

Dari Abu Huraiarah ra berakata, Rasulullah saw bersabda,” Ketika salah seorang dari kalian sujud, janganlah dia turun seperti unta yang berlutut, tetapi letakkanlah kedua tangannya sebelum kedua lututnya”. (Hari. Abu Dawud)

Nah, hadis dari Wail bin Hujr menjelaskan nabi saat sujud meletakkan lutut dulu baru tangan, sementara hadis riwayat Abu Hurairah sebaliknya yaitu tangan dulu baru lutut. Ternyata Imam Ghazali milih riawayat Wail bin Hujr.

Cara turun menuju sujud seperti yang diriwayatkan Wail bin Hujr adalah khas mazhab Syafii. Dan kita ketahui Imam Ghazali itu bermazhab Syafii. Maka dapat disimpulkan fikih shalat dalam kitab Ihya Ulumuddin itu mengikuti mazhab Syafii.

Siapa bersujud seperti yang dipaparkan Imam Ghazali di atas maka secara fikih sudah sah. Akan tetapi amaliah seperti itu masih terasa kering. Oleh karena itu beliau menambahkan satu bab dalam kitabnya dengan judul, Fadhilah Sujud. Beliau jelaskan keutamaan sujud itu seperti teks berikut ini.

“Rasulullah saw bersabda: "Tidak ada sesuatu yang lebih mendekatkan seorang hamba kepada Allah selain sujud yang tersembunyi."

“Beliau juga bersabda: "Tidaklah seorang Muslim bersujud kepada Allah satu kali sujud, kecuali Allah akan mengangkatnya satu derajat dan menghapuskan darinya satu dosa."

“Diriwayatkan bahwa seorang laki-laki berkata kepada Rasulullah saw: "Doakanlah aku agar menjadi salah satu dari ahli syafaatmu dan agar aku diberi rezeki untuk mendampingimu di surga."

Rasulullah saw menjawab: "Bantulah aku dengan memperbanyak sujud."

“Dikatakan: "Sesungguhnya posisi seorang hamba yang paling dekat dengan Allah adalah ketika ia sedang bersujud." Hal ini sesuai dengan firman Allah Ta'ala: "Dan sujudlah serta dekatkanlah (dirimu kepada Allah)" (QS. Al-'Alaq: 19).

“Allah Ta'ala juga berfirman: "Tanda-tanda mereka tampak pada wajah mereka dari bekas sujud" (QS. Al-Fath: 29). Ada yang mengatakan bahwa maksudnya adalah bekas tanah yang menempel di wajah mereka saat bersujud. Ada pula yang mengatakan bahwa itu adalah cahaya khusyuk yang memancar dari hati ke wajah mereka, dan pendapat ini lebih benar. Dikatakan pula bahwa itu adalah tanda putih yang akan terlihat pada wajah mereka di hari kiamat, sebagai akibat dari wudhu”.

“Rasulullah saw bersabda: "Ketika anak Adam membaca ayat sajdah lalu ia bersujud, maka setan menjauh sambil menangis dan berkata: 'Celakalah aku! Dia diperintahkan untuk bersujud, lalu ia bersujud, maka baginya surga. Sementara aku diperintahkan untuk bersujud, tetapi aku membangkang, maka bagiku neraka.'"

“Diriwayatkan bahwa Ali bin Abdullah bin Abbas sering melakukan seribu sujud setiap hari, sehingga ia dijuluki As-Sajjad (orang yang banyak bersujud).

“Diriwayatkan pula bahwa Umar bin Abdul Aziz saw tidak pernah bersujud kecuali di atas tanah”.

“Yusuf bin Asbath berkata: "Wahai para pemuda, manfaatkanlah kesehatan sebelum datangnya sakit. Tidak ada seseorang yang aku iri kecuali orang yang sempurna ruku' dan sujudnya, sedangkan aku telah terhalang dari itu."

“Said bin Jubair berkata: "Tidak ada sesuatu dari dunia yang aku sesali kecuali kehilangan kesempatan untuk bersujud."

“'Uqbah bin Muslim berkata: "Tidak ada sifat dalam diri seorang hamba yang lebih dicintai oleh Allah Ta'ala selain seorang yang mencintai perjumpaan dengan Allah Ta'ala. Dan tidak ada saat di mana seorang hamba lebih dekat kepada Allah daripada ketika ia sedang bersujud."

“Abu Hurairah saw berkata: "Posisi seorang hamba yang paling dekat dengan Allah Ta'ala adalah ketika ia sedang bersujud, maka perbanyaklah doa saat itu."

Tambahan penjelasan tentang fadhilah sujud ini dapat memperkuat motivasi orang beriman dalam shalat. Sehingga rangkaian sujud yang setiap hari dilakukan semakin mantab. Sujud jadi ringan dan bertenaga, karena ada rasa khusuk di dalamnya.